Advokasi | Data Kekerasan Tim Advokasi AJI Indonesia

Kekerasan Seksual

Serangan seksual terhadap koresponden CBS dan pengurus CPJ ketika melakukan peliputan politik menjadi titik pijak bahwa isu ini perlu mendapat perhatian dalam keamanan untuk jurnalis. Pada 2011 CPJ mewawancarai banyak sekali jurnalis. Mereka menyampaikan pernah menjadi korban yang sama saat mejalankan tugas melakukan peliputan.

Korban mayoritas adalah perempuan, sebagian adalah laki-laki. Bentuk serangan yang mereka terima dari meraba-raba sampai pemerkosaan. Kondisi ini juga menjadi perhatian AJI setelah muncul kasus serangan seksual pada jurnalis perempuan saat melakukan peliputan di Sumatera Utara pada 2016 lalu.

Mewaspadai kondisi lingkungan dan memahami bagaimana melihat sebuah kondisi penting untuk mencegah serangan seksual. The International News Safety Institute, perkumpulan organisasi media dan jurnalis termasuk CPJ telah membuat daftar kebutuhan yang perlu disiapkan untuk meminimalisasi risiko serangan seksual di lapangan.

Beberapa sarannya dirangkum dalam bagian ini, bersama dengan saran dari jurnalis dan ahli pengamanan yang menjadi konsultan CPJ. Ketika melakukan peliputan di daerah dengan karakter masyarakat yang homogen hal-hal berikut perlu mendapat perhatian:

  1. Jurnalis perempuan sebaiknya berpakaian konservatif menyesuaikan kondisi lokal.
  2. Menggunakan kerudung seperti tradisi beberapa agama sangat disarankan. Beberapa ahli menyarankan agar jurnalis perempuan tidak menggunakan pakaian ketat baik kaos ataupun jeans.
  3. Sebaiknya menggunakan cincing kawin atau cincin yang menyerupai meskipun belum menikah.
  4. Hindari menggunakan perhiasan lain yang bisa dirampas.
  5. Serta tidak menggunakan riasan wajah atau perhiasan yang mencolok agar tidak menjadi bahan perhatian. Pertimbangkan untuk tidak memakai sabuk dan sepatu yang menyusahkan untuk bergerak.
  6. Siapkan peralatan yang dibutuhkan seperti paper spay, bisa juga spray deodorant untuk menghalangi penyerang. Simpan di tempat tersembunyi dalam tas yang tidak mencolok.

Saat melakukan peliputan, jika dibutuhkan untuk alasan keselamatan sebagiknya ditemani rekan kerja. Lokal fixer, translator atau supir dapat disiapkan untuk memastikan pengamanan bagi jurnalis internasional, khususnya saat tugas peliputan di area yang sedang kacau. Staff pendukung ini sekaligus bertugas untuk memantau kondisi keamanan dan mengidentifikasi kondisi risiko ketika saat peliputan.

Berapa ahli menyarankan agar jurnalis perempuan tampil percaya diri dan seperti pada umumnya dan menghindari percakapan atau membuat kontak mata dengan orang baru. Harus disadari bahasa tubuh yang tidak biasanya, seperti memeluk atau tersenyum dengan rekan kerja dapat mengundang misinterpretasi dan menaikkan risiko yang tidak diinginkan.

Jangan berkerumun dalam kelompok yang didominasi pria. Tetap berada di posisi pinggir dan pastikan mengetahui jalan untuk penyelamatan. Pilih hotel yang dilengkapi petugas keamanan dan hindari kamar yang memiliki akses ke jendela atau balkon. Gunakan kunci kamar dan pertimbangkan menggunakan kunci sendiri.

Yang penting hindari kondisi yang dapat menaikkan risiko. Termasuk berada di daerah pelosok tanpa kawan yang dapat dipercaya. Perlu waspada ketika menggunakan kendaraan umum (taksi) dengan beberapa orang asing, menggunakan lift sendiri atau bersama dengan orang asing meski Anda yakin kondisinya. Serta melewatkan waktu yang lama dengan narasumber laki-laki atau staf pendamping pria.

Jika menyadari tanda-tanda akan mendapatkan serangan seksual, korban harus melakukan sesuatu untuk mengubah kondisi. Seperti berteriak minta tolong. Lakukan tindakan seperti menjatuhkan, melempar sesuatu yang dapat mengejutkan pelaku. Mengencingi atau mengotori diri sendiri juga bisa menjadi salah satu langkah lain yang bisa dilakukan.

Beberapa ahli menyarankan agar jurnalis menguasai bahasa lokal atau istilah-istilah lokal yang dapat mempengaruhi penyerang. Selain itu beberapa ahli juga menyarankan agar jurnalis menguasai teknik bela diri untuk melawan penyerang. Meskipun perlu diperhatikan waktu yang tepat untuk menggunakan kemampuan itu, untuk menghindari serangan yang lebih fatal.

Potensi serangan seksual bisa terjadi saat jurnalis menjadi tahanan pemerintah atau dalam penculikan. Membangun komunikasi dengan salah satu penjaga atau penculik kemungkinan dapat mengurangi segala bentuk risiko serangan. Tapi perlu disadari serangan dapat terjadi kapan saja. Melindungi nyawa adalah hal utama.

Karena saat ini data tentang serangan seksual pada jurnalis saat melakukan peliputan masih terbatas, perlu dilakukan pemetaan daerah rawan perkosaan, atau daerah konfllik yang
biasanya menggunakan perkosaan sebagai senjata.

Perlu membuat panduan khusus penanganan jurnalis yang mendapat serangan seksual saat melakukan peliputan, bagaimana memberikan pendampingan pengobatan, hukum dan psikologis. Selain itu perlu lebih sensitif melindungi kerahasiaan korban, lebih berempati, menghormati dan menjamin keamananya.

Jurnalis yang mendapatkan serangan seksual perlu melaporkan kasusnya untuk mendapatkan pendampingan kesehatan yang memadai. Beberapa jurnalis menyampaikan ke CPJ, mereka enggan melaporkan karena tidak ingin dianggap lemah atau kelompok berisiko untuk menerima penugasan yang menantang. Jurnalis yang mengalami kekerasan seksual di Indonesia juga terlambat melaporkan ke organisasi atau tim advokasi karena trauma.

Media tempat jurnalis bekerja perlu menciptakan kondisi bahwa jurnalis yang melaporkan kekerasan saat melakukan peliputan tidak akan kehilangan peluang mendapatkan penugasan di masa depan. Sebaliknya mereka akan mendapatkan bantuan yang dibutuhkan agar penugasan itu dapat dilakukan dengan baik.

ShareThis Copy and Paste