Jurnalis Konteks.co.id Dea mengalami pelecehan di Commuter PT Kereta Api Indonesia (KAI) Jakarta-Bogor sepulang bertugas pada Selasa, 16 Juli 2024.
Pada Selasa hari itu, sekitar jam 20.15 WIB, Dea naik KA dari arah Stasiun Duren Kalibata menuju Jakarta Kota. Dia duduk sendiri bermain telepon genggam (HP) dan memasang earphone, sehingga dia tidak memperhatikan sekeliling tempat duduknya.
Saat kereta melaju dari Stasiun Manggarai menuju ke Cikini, seorang petugas KAI yang sudah selesai bertugas dan memakai jaket bangkit dan berdiri dan berkata , "Mbak, itu divideoin sama bapak ini" Sambil menunjuk ke seorang pria separuh baya yang duduk di seberang Dea.
Dea seorang bapak, yang usianya 52 tahun sedang memegang HP.
Bapak itu telah memvideokan Dea. Si bapak sempat mengelak bahwa ada video Dea di HPnya. Namun setelah didesak untuk melihat galeri HPnya, bapak itu langsung gemetar.
Setelah dicek, ternyata memang ada 7 video Dea dengan rentang durasi 3-7 menit.
Setelah mendapatkan bukti, beberapa petugas KAI dan sekuriti membantu mengamankan Dea dan bapak itu, di Stasiun Jakarta Kota.
Saat mengecek HP bapak itu, ternyata banyak juga video korban lainnya.
Lebih menjijikan lagi, di memori HP tersebut terdapat 300 lebih video porno.
Jurnalis takut video terkait dirinya, akan dijadikan video yang tidak baik.
Kemudian setelah itu, Dea dan pihak keluarga dibantu sekuriti Stasiun Jakarta Kota memproses kejadian ini ke Polsek Taman Sari. namun Polsek Taman Sari menanggapi dengan baik, tetapi memang secara yuridiksi kasus ini tidak bisa diproses mengingat lokasi penangkapan pelaku beradi di sekitar Stasiun Manggarai. Pihak Polsek Taman Sari menyarankan kami ke Polsek Menteng.
Petugas KAI membawa pelaku ke Polsek Menteng menggunakan kereta for free.
Dea sebagai korban datang lebih dulu untuk membuat laporan. Namun pihak Polsek Menteng menyatakan kasus ini tidak bisa ditangani karena lokasi kasus berbeda, jadi harus ke Polsek Tebet.
Dea beserta keluarga, juga pelaku berada di mobil patroli dari Manggarai menuju ke arah Polsek Tebet.
Sesampainya di Polsek Tebet, Dea dimintai keterangan terlebih dahulu oleh petugas piket. Saat dimintai keterangan, saya hanya sendirian, tidak diperkenankan mendapat pendampingan dari keluarga.
Jurnalis trauma, sebagai seorang korban yang masih dalam rasa trauma dan ketakutan, harus berhadapan dengan birokrasi pelaporan yang belibet,
Di Polsek Tebet, jurnalis bertemu petugas yang menolak laporan dengan berbagai alasan.
"Mbanya divideoin karena cantik lagi. "Mungkin bapanya fetish, terinspirasi dari video jepang", kata petugas di Polsek Tebet tersebut.
"Bapanya ngefans sama mbanya, mba idol" lanjut petugas yang tidak peka dan tidak simpati terhadap korban peleceha yang masih trauma tersebut.
Di akhir pembicaraan, si petugas aneh itu berkata "tidak ada yang bisa kami lakukan".
Pihak Polsek Tebet menyarankan jurnalis ke Polres Jakarta Selatan karena memang kasus video ini katanya, belum belum disebarluaskan. Jadi Polsek Tebet belum bisa menerima laporan untuk diproses.
Jurnalis bersama keluarga dan pelaku yang masih didampingi oleh pihak KAI berpindah ke Polres Jakarta Selatan ke unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak). Saat itu udah lewat jam 00.01 WIB.
Tetapi Polres Jakarta Selatan tetap tidak bisa berbuat banyak.
Seorang oknum Polwan dengan tenangnya menjelaskan bahwa kasus ini tidak bisa ditindak pidana karena harus sesuai dengan ketentuan, harus keliatan alat vital atau sensitif, atau korbannya divideoin secara paksa.
Polwan tersebut berkata, dari bukti video di HP pelaku, tidak ditemukan bahwa ini ada tindakan pelecehan. "Adanya tindakan tidak menyenangkan itu karena ada paksaan dari pelaku," kata Polwan tersebut.
Jurnalis sebagai perempuan tidak mendapatkan perlindungan hukum dari pihak kepolisian. Sementara pelaku hanya diminta menulis surat pernyataan dan video permintaan maaf.
Petugas keamanan KAI lebih sigap dan memberikan jaminan, bahwa pelaku selamanya tidak akan bisa naik kereta lagi, khususnya KRL krn wajahnya sudah masuk dalam blacklist sistem face recognition.