Jurnalis Times Indonesia Dilarang Meliput Aksi Unjuk Rasa
2023-09-05
Kota Ternate
Jurnalis Times Indonesia di Ternate, Haerun Hamid, dilarang mengambil gambar saat aksi unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di rumah jabatan gubernur Provinsi Maluku, pada Selasa, 5 September 2023.
Pada hari itu, Haerun hadir lebih awal di rumah jabatan Gubernur Maluku, Jl Tanah Raja Kota Ternate.
Jurnalis sempat berbincang bincang dengan aparat kepolisian dan Satpol PP yang menjaga kediaman Gubernur. Dia juga telah mengambil foto dan merekam suasana unjuk rasa tersebut.
Haerun juga mengamati dan merekam suasana saling dorong peserta unjuk rasa, yang menyebabkan pagar rumah gubernur roboh.
Kondisinya menjadi ricuh, dan polisi mulai melakukan pemukulan dan penangkapan peserta aksi unjuk rasa.
Saat jurnalis mengambil foto dan merekam, salah seorang polisi kemudian mendatangi Haerun dan melarangnya mengambil foto.
Polisi itu melarang Haerun, dengan menggerakkan tangannya dan mengenai wajah dan handphone jurnalis.
Haerun kemudian lari menjauh, kemudian berteriak bahwa dia seorang jurnalis. Tetapi polisi itu mengejarnya hingga sejauh 4 meter dari lokasi aksi unjuk rasa.
Keesokan paginya, pada Rabu, 6 September 2023, korban kembali mendatangi Polres Ternate untuk memenuhi panggilan lisan, yang disampaikan malam sebelumnya, oleh Propam Polres Ternate.
Saat tiba di Polres, korban oleh Kasat Sabhara diajak agar berdamai dengan pelaku, namun belum korban respon.
Kemudian satu orang polisi, yang sekampung dengan korban membujuknya untuk berdamai.
Beberapa polisi juga membujuk korban untuk berdamai dan menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan.
Pelaku kekerasan akhirnya mengakui tindakannya dan meminta maaf kepada korban.
Handphone jurnalis yang rusak pada speakernya akan diperbaiki. Namun karena merk handphone korban tidak dijual sparepartnya di Ternate, sehingga korban diberikan uang sejumlah Rp 500 ribu, untuk biaya perbaikan handphonenya.
Uang itu diberikan oleh Kasi Humas Polres Ternate.
Selanjutnya setelah memberikan uang tersebut, korban dan pelaku diminta menandatangani surat kesepakatan damai.